Download Lagu Sasak

 Lagu sasak adalah lagu daerah dari pulau lombok tepatnya pulau dari provinsi Nusa Tenggara Barat ( NTB ).

Lagu daerah sasak yang sangat khas di telingah masyarakat sasak yaitu lagu CILOKAK, dimana musik nya memang sangat tradisional dan menyentuh hati terutama masyarakat sasak.

Lagu sasak juga berkembang dengan pesat dimana para muda mudi sasak berkarya dengan membentuk band yang menyanyikan lagu sasak secara modern dengan ciptaannya sendiri, dimana musiknya di nuansai dengan alat musik modern Bass, Gitar, Piano, serta alat musik yang modern saat ini.

Bagi saudara sasak yang rindu dengan lagu sasak, silakan saudara download secara gratis, atau saudara sasak yang berada jauh di seberang sana, untuk mengobati rindu dengan kampung halaman tercinta,, silakan anda berdendang ria dengan lagu tercinta, INGAT LESTARIKAN BUDAYA KITA... KALAU BUKAN KITA LALU SIAPA LAGI!!!!!!!


 A
Ampet-Ampet
Angkat Gune

 B
Bajang Dese
Balek Kecengge
Bedait
Bekangen
Bemadu
Berangen Mesak
Berayen Dengan
Berinak Terek
Bese Remputan
Betimbalan

 C
Cidomo

 D
Dedare Inges
Dongak Langit
Dunie Wah Toak

 G
Gawe Ngandang
Geresak Lalok
Gila Mesak

 J
Janji
Jok Malaysia
Jurang Jongkor

 K
Kemaik Kemosne
Kemaik Angen
Kembang Punjung
Kemaik Kemosne

 L
Lalang Gunung
Lantaran Ringgit
Lebaran Topat
Lombok Mirah

 M
Mentoaq
Merariq Kodek
Mule Nyakit
Mulejati

 N
Nasib Bebalu
Nasib Pengerakat
Ndek Kembe-Kembe
Ndek Ku Isah
Ngiring Simpang

 P
Panas Bumi
Pikat Ate
Pituq Malem Jumat
Polak Angen
Pupur Mandinah
Putri Mandalika

 R
Rinjani


 S
Sakit Angen
Sampi Berot
Selingkuh
Semate Wayang
SMS Dende Rare

 T
Taman Sangkareang
Tebilin Mate
Tebilin Merariq
Tembang Tipak Dengan Toak
Terminal Kopang
Tetari
Terune Solah
Tinjot Kemelas


 U
Umbak Segare


 W
Wayen Angen

Slober Kesenian Lombok

Kesenian slober adalah salah satu jenis musik tradisional Lombok yang tergolong cukup tua, alat-alat musik nya sangat unik dan sederhana yang terbuat dari pelepah enau yang panjang nya 1 jengkal dan lebar 3 cm.

Kesenian slober didukung juga dengan peralatan lainnya yaitu gendang, petuk, rincik, gambus, seruling. Nama kesenian slober diambil dari salah seorang warga desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela yang bernama Amaq Asih alias Amaq Slober.

Kesenian ini salah satu kesenian yang masih eksis sampai saat ini yang biasanya dimainkan pada setiap bulan purnama.

sumber : lomboktimurkab.go.id

Gili Trawangan Lombok



Gili Trawangan adalah yang terbesar dari ketiga pulau atau gili (Kepulauan Gili) yang terdapat di sebelah barat laut Lombok. Trawangan juga satu-satunya gili yang ketinggiannya di atas permukaan laut cukup signifikan. Dengan panjang 3 km dan lebar 2 km, Trawangan berpopulasi sekitar 800 jiwa. Diantara ketiga gili tersebut, Trawangan memiliki fasilitas untuk wisatawan yang paling beragam; kedai Tîr na Nôg mengklaim bahwa Trawangan adalah pulau terkecil di dunia yang ada bar Irlandia-nya. Bagian paling padat penduduk adalah sebelah timur pulau ini.
Trawangan punya nuansa "pesta" lebih daripada Gili Meno dan Gili Air, karena banyaknya pesta sepanjang malam yang setiap malamnya dirotasi acaranya oleh beberapa tempat keramaian. Aktivitas yang populer dilakukan para wisatawan di Trawangan adalah scuba diving (dengan sertifikasi PADI), snorkeling (di pantai sebelah timur laut), bermain kayak, dan berselancar. Ada juga beberapa tempat dimana para wisatawan bisa belajar berkuda mengelilingi pulau.
Di Gili Trawangan (begitu juga di dua gili yang lain), tidak terdapat kendaraan bermotor. Sarana transportasi yang lazim adalah sepeda (disewakan oleh masyarakat setempat untuk para wisatawan) dan cidomo, kereta kuda sederhana yang umum dijumpai di Lombok. Untuk bepergian ke- dan dari ketiga gili itu, penduduk biasanya menggunakan kapal bermotor dan speedboat.
Gili Trawangan adalah Pulau terbesar dari ketiga pulau, yang lebih dikenal dengan “ Party Island “ mayoritas tourist yang datang anak-anak muda, 
Mayoritas resort (akomodasi) berada disisi sebelah timur pulau, dengan harga berkisar antara € 5 sampai € 78. setelah diving anda bisa having fun setiap malam di salah satu party organizer, atau relax bersama-sama dengan diver-diver yang lain.


Sejarah
Dahulunya pulau ini pernah dijadikan tempat pembuangan narapidana. Pada waktu itu karena semua penjara sedang penuh, Raja yang waktu itu berkuasa membuang 350 orang pemberontak Sasak ke pulau ini. Baru sekitar tahun 1970-an pulau ini dikunjungi penduduk dari Sulawesi yang kemudian menetap di sini.

sumber : lombok-tours.com

Pulau Bungin Pulau Terpadat Di Dunia



 SUMBAWA: Dengan luas 8 hektare dihuni lebih dari 2.800 penduduk, Bungin bisa jadi pulau terpadat di dunia. Sejarah penghuni, etos kerja penduduknya yang nelayan, dan cerita kambing maka kertas melengkapi keunikan di pulau karang tersebut.
“Anda pasti tertarik ke sana karena cerita Kambing makan kertas?. Hanya di Bungin anda bisa melihatnya langsung, dan percaya,” begitu kata Indra, seorang warga Desa Alas, Kecamatan Sumbawa.
Pertanyaan itu hampir selalu dilontarkan warga di sana, kepada orang luar yang menanyakan letak Pulau Bungin, dan hendak menuju ke Pulau itu.
Pulau Bungin terletak di perairan laut Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Tepatnya di sebelah utara Pulau Sumbawa. Secara administratif Bungin termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Alas.
Tak sulit menemukannya. Dari Sumbawa Besar, ibukota Kabupaten Sumbawa, hanya berjarak sekitar 70 KM ke arah barat. Sedangkan dari Mataram, menghabiskan waktu berkendara sekitar 6 sampai 8 jam perjalanan ke arah timur, sudah termasuk perjalanan laut menggunakan kapal penyeberangan Lombok-Sumbawa.
Sedikit bertanya pada warga di Desa Alas, pasti langsung ditunjukkan letak Pulau Bungin. Dari daratan sepanjang jalan di Alas, pulau Bungin bisa terlihat karena jaraknya hanya sekitar 4 KM arah utara dari Alas.
Kini, menuju pulau Bungin tak harus menyeberang dengan sampan, pakai sepeda motor atau mobil juga bisa karena sudah tanggul terbuat dari susunan karang yang menghubungkan Bungin dengan daratan.
Cerita tentang Kambing makan kertas, memang sangat melekat bagi citra 
Pulau Bungin. Kedengarannya memang aneh. Tetapi pemandangan itu menjadi sesuatu yang lazim bagi penduduk Bungin.
Di Bungin kambing memang tak punya pilihan makanan lain, selain sampah kertas dan kain bekas. Tekstur pulau batu karang tak memungkinkan bagi tanaman untuk tumbuh, meski hanya rumput.
Setiap ada pengunjung yang datang untuk melihat kambing makan kertas, belasan anak usia SD dengan senang hati akan menunjukannya. Mereka 
beramai-ramai mencari kertas atau dos bekas untuk diberikan pada kawanan kambing.
Meski bertahan hidup hanya dengan makan sampah kertas dan kain bekas, populasi kambing di Bungin cukup banyak.
Sejak tahun 2002 lalu, Pulau Bungin sudah menjadi desa definitif dengan tiga Dusun, di wilayah Kecamatan Alas. Jumlah penduduk dan luas areal pulau sudah memungkinkan.
Catatan resmi di Kantor Desa Pulau Bungin menyebutkan, jumlah 
penduduknya saat ini mencapai 609 Kepala Keluarga (KK) terdiri dari 2.826 Jiwa.
“Pulau ini mungkin satu-satunya pulau terpadat, dan satu-satunya pulau yang luasnya terus bertambah,” kata Sopian, Kepala Desa Pulau Bungin.
Menurutnya, saat diukur pada tahun 2002 silam, luas pulau sekitar 6 Hektare, namun kini luas pulau itu menjadi sekitar 8 Hektare. Pulau Bungin memang sangat padat penduduk. Rumah penduduk tersusun  
sangat rapat, dengan jarak antara rumah hanya sekitar 1,5 meter.
Konstruksi rumah adalah rumah panggung khas Bungin, terlihat merata menutupi luas pulau. Karena rapatnya, ada beberapa rumah yang atapnya bertemu.
Hukum adat tentang perkawinan warga Bungin, menjadi alasan yang membuat Pulau Bungin tetap mampu menampung pertambahan jumlah penduduknya. Karena dalam hukum adat itu, diatur pasangan muda-mudi 
yang hendak menikah wajib membangun lokasi sendiri untuk mendirikan rumah mereka.
Caranya, pasangan itu harus mengumpulkan batu karang untuk ditumpuk pada sisi luar pulau yang ditentukan. Ukuran lokasinya bisa mencapai 6 x 12 meter persegi. Setelah lokasi terbentuk, baru mereka boleh menikah dan mendirikan rumah. Itu sebabnya, luas pulau Bungin terus bertambah dari tahun ke tahun.
“Biasanya bisa makan waktu 3 sampai 7 bulan untuk satu lokasi. Tetapi itu sudah aturannya turun temurun, kalau mereka tidak bikin lokasi ya belum boleh kawin,” kata Sopian.
Tapi, bagi warga Bungin aturan itu tidak mempersulit, sebab pengumpulan batu karang biasanya dilakukan dengan bergotong royong.
Bisa dibilang, pulau Bungin adalah pulau karang bentukan. Meski pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumbawa, selalu mengukur luas pulau itu setiap lima tahun, namun tak satu penduduk pun memiliki sertifikat tanah. “Karena ini kan bukan tanah daratan, ini karang bentukan warga. Maka di pulau ini warganya tidak membuat sertifikat, hanya ada keterangan hak milik yang 
dikeluarkan Kantor Desa,” kata Sopian.

Legenda Panglima Mayo
Penduduk pulau Bungin bermata pencaharian nelayan. Mereka adalah keturunan suku Bajo dan Bugis, Sulawesi Selatan.
Dari cerita turun temurun yang mereka percayai, dulunya luas pulau Bungin hanya sekitar 3 Hektare, teksturnya karang utuh. Penduduk pertamanya ialah nenek moyang mereka yang dibawa dalam armada laut Panglima Mayo, seorang pejuang Sulawesi Selatan, ketika terdesak penjajah Belanda pada tahun 1818.
“Makanya bahasa daerah sehari-hari penduduk di sini pakai bahasa Bajo, bukan 
bahasa asli daerah Sumbawa,” katanya.
Walau seluruh penduduknya bermata pencaharian nelayan, kehidupan warga pulau itu cukup mapan. Jauh dari kesan kemiskinan yang biasa terlihat di kampung-kampung nelayan lainnya di Nusa Tenggara Barat.
Hampir semua keluarga punya barang elektronik. Paling rendah punya pesawat televisi, lengkap dengan reciever parabola digital.
Malah, anak-anak Bungin sudah tidak asing dengan Play Station. Ada sejumlah rental menyewakan Play Station di sana.
Kebutuhan belanja sehari-hari penduduk di sana, juga lumayan tinggi. Soalnya, kecuali produk laut, semua kebutuhan lainnya harus dibeli. Mulai sembako, hingga air bersih.
Ini yang unik. Untuk kebutuhan sehari-hari itu, para wanitalah yang memenuhinya.
“Suami kita melaut, kadang sampai 3 bulan di laut. Kita yang cari uang untuk belanja,” kata Hasnah, istri nelayan Bungin.
Untuk kebutuhan itu, Hasnah dan para wanita lainnya mencari ikan, kerang, dan tripang di sekitar Pulau Bungin. Hasilnya lumayan, mereka bisa mengantungi Rp15 ribu sampai Rp30 ribu perhari.
Nelayan di Pulau Bungin sudah menggunakan teknik modern mencari ikan. Dengan kapal-kapal berukuran besar, menggunakan mesin tempel dan layar, mereka bisa melaut sampai ke perairan Pulau Flores, NTT, dan peraian Maluku. Selain memburu ikan dengan jala, mereka juga terkenal piawai memburu Lobster.
Nah, hasil melaut para nelayan inilah yang kemudian digunakan untuk keperluan tambahan keluarganya. Mulai dari keperluan membangun rumah, menyekolahkan anak, membeli perhiasan, hingga naik haji.
Penduduk Bungin sangat mencintai pulaunya. Meski mapan secara ekonomi, mereka tidak pernah berpikir untuk membeli tanah dan pindah rumah ke darat.
Peti kalamndan isian kepeh bubungin, pdi dendamku malenan tana bungin. Syair adat turun temurun itu menjadi pengikatnya. Dalam bahasa Bajo syair itu berarti, banyak peti sudah kuisi dengan uang dari Bungin, sakit hatiku jika meninggalkan tanah Bungin.
“Di darat biasanya banyak godaan, dan juga banyak rasa tidak aman. Misalnya ada pencuri. Maka itu, walau bisa melaut sampai berbulan-bulan, masyarakat Bungin pasti kembali,” kata Sopian.
Di Pulau Bungin mereka tidak merasa khawatir soal keamanan dan kenyamanan, karena pertalian persaudara membuat mereka saling menjaga.
Hanya satu yang ditakuti mereka, yakni kebakaran. Bayangkan dengan posisi rumah yang sangat rapat, pasti kebakaran bisa merembet sangat cepat.
“Makanya kalau ada gejala kebakaran, maka semua masyarakat di sini menjadi petugas pemadamnya. Tapi mudah-mudahan itu tidak pernah terjadi,” kata Sopian.
Berkat kemampuan ekonomi mereka, infrastruktur di pulau Bungin pun terus terbenahi dari tahun ke tahun. Listrik PLN dan Air PDAM sudah masuk ke sana.
Sudah ada dua buah Sekolah Dasar di Pulau itu, dan sebuah Puskesmas pembantu.
Secara swadaya pula, mereka membangun tanggul sepanjang 750 Meter dengan lebar 2 Meter. Tanggul itu menghubungakan Bungin dengan daratan, sehingga selain menyeberang perahu, kini menuju Bungin bisa lewat darat.
Selain memudahkan akses masyarakat ke darat, tanggul itu juga untuk mempermudah jika ada warga Bungin yang meninggal dunia. Sebab mereka dimakamkan di sebuah tanjung yang diberi nama Tanjung Kuburan, di darat.
“Dari tanjung darat itu, pemerintah yang membantu membuka jalan sepanjang 3 KM ke jalan raya utama,” kata Kades Bungin, Sopian.
Masyarakat Pulau Bungin masih mengharapkan bantuan pemerintah untuk dunia pendidikan di sana. Berharap ada SMP dan SMA di pulau itu, walaupun lokasinya harus dikerjakan gotong royong.
Kini, Bungin sudah menjadi salah satu objek wisata di Kabupaten Sumbawa. Banyak wisatawan domestik dan mancanegara ingin melihat dari dekat.
Ada satu yang tak pernah berubah di pulau itu. Walau semua rumah memiliki kamar mandi, namun tak satu rumah pun punya WC. Buang air tetap dilakukan di laut.
Selain keramahan penduduknya, ada hal yang pasti berkesan ketika berkunjung ke Pulau Bungin. Kita bisa menikmati indahnya Sunrise dan Sunset di pulau yang sama.(JL-001)

Sumber tulisan: Jurnal Lombok
Sumber Gambar : kolomkita.detik.com

Barapan Kebo ( Kerapan Kerbau )


MUNGKIN sebagian besar rakyat Indonesia mengetahui bila penduduk Pulau Madura, Jawa Timur, memiliki tradisi karapan sapi. Boleh jadi benak akan bertanya, kalau mendengar barapan kebo (balapan kerbau). Konon permainan rakyat ini hanya ada di Kabupaten Sumbawa, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Barapan kebo" berupa sepasang kerbau yang beradu kecepatan lari, yang dikendalikan seorang Joki. Kerbau yang lari lebih cepat dan mampu menjatuhkan sakak (tiang kayu) di garis finis, itulah pemenangnya. Untuk merobohkan sakak ada sandro (dukun) yang dengan kekuatan ilmunya bisa mengecoh ternak dan Jokinya.
Kerbau balap tidaklah sembarangan, namun biasanya memiliki ciri khusus berupa pusaran pada bulunya. Tanda itu jumlahnya seimbang pada bagian tubuhnya, misalnya, dua pusaran masing-masing di kiri dan kanan tubuhnya. Yang terbaik, pusaran itu berada pada bagian tengkuk dan di antara kedua mata kerbau.

Kepalanya selalu memandang tegak ke depan, dan tanduknya tumbuh sempurna melengkung ke atas. Ciri-ciri itu dimiliki sepasang kerbau yang kelak jadi petarung dalam barapan. Sebelum jadi atlet, duet kerbau dilatih berlari di sungai-sungai yang kebetulan airnya lagi surut, atau di tempat khusus yang disediakan pemilik kerbau. Berapa lama kerbau dilatih sebelum diturunkan ke arena kompetisi, tidak ada target waktunya.

Kerbau ini dilengkapi sejumlah peralatan bertanding seperti noga, sebatang kayu dengan panjang 2,5 meter yang dipasang pada punduk kedua binatang itu. Di bagian tengah noga ada kayu memanjang ke bagian belakang badan kerbau, dan bagian ujung kayu itu terdapat kareng untuk pijakan sang Joki.

Dengan mangkar (cemeti/ cambuk), sang joki berdiri dibawa lari oleh ternak itu dari palepas/garis start ke sakak-bisa berbentuk patung kayu-sebagai garis finis. Batas arena lomba juga ditandai kayu disebut pancang. Di dekat sakak berdiri seorang sandro selaku wasit, yang memberi komando dengan peluit saat permainan dimulai.

Joki dan ternak harus merobohkan sakak, sehingga dinyatakan sebagai pemenang. Hanya saja untuk menjatuhkan sakak tidak gampang, karena di seputar sakak itu berdiri seorang sandro yang dengan kemampuan ilmunya berupaya mengecoh ternak dan joki.

Di sinilah tampaknya prestise dipertaruhkan, karena antara sandro di sakak itu dan joki yang di-back up oleh sandro saling baku ilmu. "Anda mungkin tidak percaya, dua meter menjelang sakak, kerbau bisa lari keluar garis pancang, atau jokinya terpental dari kareng," ujar Ahmad. Peserta yang keluar dari pancang atau tidak mampu merobohkan sasak dinyatakan diskualifikasi.

Di masa lampau permainan demikian malah lebih ganas lagi, ada kerbau yang tanduknya tiba-tiba copot dari kepalanya. Sebaliknya, sandro penjaga sakak buru-buru minggir, bila tidak mampu menahan kekuatan ilmu sang joki dan sandro-nya.

Bukan seperti pacuan kuda yang dalam tiap rondenya beradu lari, namun dalam barapan ini, sepasang kerbau secara bergiliran baku lari dari garis start ke garis finis. Merobohkan sakak dan mencatat waktu tercepatlah yang tampil selaku pemenang.

Arena bertanding umumnya di sawah yang berair dan berlumpur. Tinggi permukaan air dan ketebalan lumpur, tergantung panjang-pendeknya areal sawah tempat kompetisi. Bila areal sepanjang 50 meter, maka volume air sawah diupayakan lebih banyak, biar lapangan relatif becek, sekaligus dijadikan faktor kesulitan bagi peserta. Andaikan petak sawah sepanjang 100 meter, maka airnya lebih kering.  

KOMPAS/Khairul Anwar

Cilinaye ( Cerita Rakyat Sasak)

Pada jaman dahulu kala adalah dua raja bersaudara. Seorang menjadi raja di Daha dan seorang lagi di keling. Kedua raja ini belum juga mendapat putra. Berbagai tabib dan dukun sudah mencoba untuk mengobati raja. Tak ada yang berhasil. Kemudian kedua raja itu pergi bernazar ke sebuah permujaan di puncak bukit. Pemujaan itu bernama Batu Kemeras. Raja Keling bernazar kalau ia dikaruniai anak ia akan datang lagi membawa sirih pinang ke batu kemeras itu. Sedangkan raja daha bernazar akan memotong kerbau berselimut sutera bertanduk emas berkuku perak.

Alkisah dengan izin Tuhan terkabullah hajat kedua raja itu. Raja Daha di karuniai anak wanita sedangkan raja keeling di karuniai anak lelaki. Anak raja Daha sangat cantik wajahnya begitu pula anak raja Keling sangat tampan. Maka sampailah saatnya mereka akan membayar nazarnya. Rja Keling datang ke pemujaan Batu Kemeras. Meskipun ia Cuma berjanji akan membawa sirih pinang, tetapi ia membawa kerbau bertandu kemas berkuku perak dan berselimut kain sutera. Raja Daha yang dahulu memasang nazar besar ternyata tak memenuhi janjinya. Ia datang Cuma membawa anak kerbau biasa.

Setelah selesai upacara membayar nazar, pulanglah kedua raja itu ke negerinya masing – masing. Arkian ditengah perjalanan Raja Daha, datanglah angin putting beliung yang sangat deras. Putrid Raja Daha diterbangkan angin ke angkasa. Sangat sedih hati Raja dan Permaisuri. Para inang pengasuh dan pengiring lainnya menangis melolong lolong sambil membanting dirinya. Raja Daha meratap dalam syair tembangnya :

“Wahai anakku sibiran jiwa, buah hati permainan mata, hanya engkaulah tumpuan hatiku, kini menjadi korban angin. Mengapa anakku jadi begini, puspa mata di terbangkan angin, tetapi bila takdir menghendaki, kelak pasti brjumpa lagi”.

Semakin jauh bayi wanita anak raja Daha diterbangkan angin . ia melewati padang dan bukit. Akhirnya terjatuh pada sebuah taman. Taman itu dijaga oleh sepasang suami istri yang mandul. Namanya Pak Bangkol dan Bu Bnagkol.

Pada waktu pak Bangkol pergi berkeliling memeriksa taman ditermuinya bayi wanita itu tergeletak di tepi telaga. Sangat terkejut bercampur gembira hati pak Bangkol. Bayi utu dibawanya pulang, isterinya sangat senang mendapatkan bayi wanita itu karena sudah lama ia ingin mempunyai anak. Anak wanita itu diberi nama Cilinaya.

Ringkas cerita Cilinaya dipelihara oleh Pak Bangkol dan Bu Bangkol d taman itu. Diajarkannya berbagai keterampilan wanita seperti memasak, menenun, menyulam dan merangkai bunga. Cilinaya tumbuh menjadi gadis remaja yang luar biasa cantik. Selain cantik jelita ia juga cerdas.

Pada suatu hari datanglah berita bahwa sang pangeran putera Raja Keling waken datang untuk berburu di hutan perburuan. Rombongan pengeran dari KEling itu akan singgah di taman. Pangeran itu bernama Raden Panji. Pada hari ia datang, itu cepat cepat ibu Bangkol menyembunyikan Cilinaya di dalam buluh terudak benang.  Inaq BAngkol dan Pak Bangkol menyambut sang pangeran dengan penuh hormat dan ramah tamah. Setelah duduk berkatalah sang pangeran :

“Bu, saya datang kemari karena saya bermimpi bahwa ibu mempunyai seorang anak gadis yang sangat cantik. Kecantikan anak itu melebihi kecantikan bidadari di kayangan. Tak seorangpun putrid raja dimuka bumi ini yang menyamai kecantikan anak gadis ibu itu. Bu mana dia aku ingin bertemu dan akan kujadikan istriku.”

Pucat pasi wajah bu Bangkol mendengar ucapan pangeran itu. Ibu Bangkol lalu berkata :

“Tuanku Pangeran ketahuilah hamba tak punya anak wanita. Apalagi yang cantik seperti kata tuan tadi, kalaupun tuan tak percaya periksalah rumah hamba ini”.

“ha …..ha….ha…..jangan ibu berbohong. Akan ku periksa rumah ibu dan kalau kudapatkan ia pasti akan ku ambil menjadi istriku. Biar aku bermertua ibu, ha ha ha !”.

Lalu diperiksalah rumah itu oleh pangeran dari keeling itu. Dicarinya kemana – mana, dibawah kolong, d gulungan tikar, dalam gerobak semua tak ada. Raden Panji putus asa lalu keluar dari rumah. Waktu melewati pintu, dengan takdir Allah tersangkutlah sehelai rambut Cilinaya pada gagang keris raden Panji. Rden Panji terkejut lalu dicarinya asal rambut itu dan Cilinaya pun dijumpainya di dalam terudak benang. Raden Panji kawin dengan Cilinaya.

Setelah setahun lamanya tinggal di taman bersama istrinya Raden Panji minta ijin pulang ke negeri Keling. Sampai di Keling ia bercerita kepada ayahnya bahwa ia telah kawin denga Cilinaya anak penjaga taman. Raja Keling sangat kecewa karena putranya telah mengawini anak orang biasa. Diam – diam raja menyuruh algojonya untuk membunuh Cilinaya. Patih algojo pergi ke taman untu menjemput Cilinaya. Pada waktu itu Cilinaya sedang baru melahirkan. Raden panji pura – pura disuruh mencari hati menjangan hijau untuk obat ayahnya, sudah seminggu ayahnya pur a- pura sakit. Begitulah siasat Raja Keling untuk memisahkan Raden Panji dengan Cilinaya.

Patih algojo membawa Cilinaya ke sebuah pantai yang sepi di Tanjung Menangis. Sampai dibawah sebatang pohon ketapang yang rindang berhentilah mereka. Patih algojo menceritakan maksudnya kepada Cilinaya.

“BAiklah paman bila memang demikian kehendak ayahanda prabu Keling, bunuhlah aku sekarang juga. Sebelum paman membunuhkku akan ku petik buah maja untuk mengganti tempat anakku menyusu, dan pesanku bila nanti darahku berbau amis, itulah tanda bahwa aku orang biasa. Bila darahku berbau harum ketahuilah paman bahwa aku juga anak Raja – raja”. Begitulah ucapan Cilinaya sambil berurai airmata.

“Nah cabutlah kerismu paman dan bunuhlah aku. Sampaikan salamku kepada suamiku sang Raden Panji” katanya lagi.

Cilinaya duduk berjongkok sambil memeluk bayinya. Rambutnya dilepas terurai. Ia memandang ke langit sambil berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Maka dibunuhlah Cilinaya di bawah pohon pohon ketapang di Tanjung Menangis itu. Tubuhnya tergeletak ditanah dan muncrat darahnya berbau sangat harum seperti bau kasturi. Sang bayi lelaki anaknya memeluk buah maja yang disangkanya susu ibunya.

Alkisah Raden Panji yang diiringi oleh saudara nya yaitu Raden Irun dan para pengiring sampai pula ke tempat itu. Didengarnya suara tangisan bayi yang sangat memilukan hati. Berlomba – lomba mereka berlari mencari suara tangisan bayi utu. Dan ketika ditemuinya, dilihatnya ada mayat wanita. Raden Panji segera menandai mayat istrinya dari cincin yang dipakainya. Tak terkatakan sedih hatinya, tiba – tiba dari arah langit terdengar suara guruh dan petir sambar menyambar, angina berhembus kencang dan awan hitam tebal menutupi angkasa. Di celah – celah suara petir itu terdengarlah suara ghaib dari langit. “wahai orang yangmalang buatlah peti mayat istrimu dan hanyutkan ia ke laut, kelak tuhan dengan kuasa-Nya akan mempertemukan kalian kembali !”.

Dengan tak banyak berfikir Raden Panji menyuruh Raden Irun dan para pengiringnya membuat peti dari kayu. Peti itu diberi tali sepanjang seribu depa. Setelah selesai lalu dimasukkanlah mayat istrinya kedalam peti. Kemudian peti itu dihanyutkannya kelaut. Raden Panji memegang tali peti itu dan menuntunnya sepanjang pantai.

Lalu datanglah arrus laut dan badai yang sangat hebat, tali penambang peti terputus dan hanyutlah peti mayat itu dibawa arus. Raden Panji berjalan sambil menggendong anaknya yang masih bayi itu. Anaknya lalu diberi nama Raden Megatsih yang artinya “si putus tali kasih”.

Tersebutlah peti mayat itu hanyut sampai negeri Daha, pada saat itu istri raja Daha sedang berpesta ria dipantai. Ketika permaisuri raja melihat ada peti terhanyut segera ia menyuruh prajuritnya untuk mengambil peti itu. Ketika peti dibuka ternyata isinya seorang wanita cantik yang tidur lelap. Kemudian wanita yang tak lain dari Cilinaya yang sudah hidup kembali itu diambil menjadi anak Raja Daha. Segar bugar dan bertambah cantik si Cilinaya sekarang.

Bertahun-tahun telah berlalu, Raja Daha mengadakan pesta besar. Pada pesta itu diadakan sabung ayam dengan taruhan yang amat besar. Para raja dari berbagai negeri dating untuk berjudi sabung ayam itu. Mereka mempertaruhkan wilayah negeri mereka masing – aing. Bukan main meriahnya perta perjudian di kerajaan Daha itu. Tiba – tiba datanglag seorang anak lelaki kecil membawa ayam jago. Bulunya hijau berjengger dan berekor indah. Kokoknya sangat aneh bunyinya : “Do do Panji Kembang Ikok Maya. Ayahku Panji Ibuku Cilinaya”. Semua orang sangat heran mendengar kokok ayam yang sangat aneh itu. Sedangkan Cilinaya mendapat firasat bahwa yang dating itu adalah anaknya, kemudian dilakukan sabungan ayam raja dengan ayam si Megatsih. Sebagai taruhannya adalah separoh kerajaan Daha melawan nyawa si Megatsih.dalam satu gebrakan saja matilah ayam Raja Keling oleh ayam Megatsih. Raja Keling menyerahkan separuh kerajaannya. Kemudian Raden Panji bertemu kembali dengan istrinya si Cilinaya.

Saduran dari Cerita para tetua Suku Sasak
Disadur ke Bahasa Indonensia oleh Tim Kreatif Talenta FM

sumber : suarakomunitas.net

- Copyright © Visit Lombok - Sumbawa 2012 - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -