Posted by : Unknown Kamis, 29 April 2010


MUNGKIN sebagian besar rakyat Indonesia mengetahui bila penduduk Pulau Madura, Jawa Timur, memiliki tradisi karapan sapi. Boleh jadi benak akan bertanya, kalau mendengar barapan kebo (balapan kerbau). Konon permainan rakyat ini hanya ada di Kabupaten Sumbawa, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Barapan kebo" berupa sepasang kerbau yang beradu kecepatan lari, yang dikendalikan seorang Joki. Kerbau yang lari lebih cepat dan mampu menjatuhkan sakak (tiang kayu) di garis finis, itulah pemenangnya. Untuk merobohkan sakak ada sandro (dukun) yang dengan kekuatan ilmunya bisa mengecoh ternak dan Jokinya.
Kerbau balap tidaklah sembarangan, namun biasanya memiliki ciri khusus berupa pusaran pada bulunya. Tanda itu jumlahnya seimbang pada bagian tubuhnya, misalnya, dua pusaran masing-masing di kiri dan kanan tubuhnya. Yang terbaik, pusaran itu berada pada bagian tengkuk dan di antara kedua mata kerbau.

Kepalanya selalu memandang tegak ke depan, dan tanduknya tumbuh sempurna melengkung ke atas. Ciri-ciri itu dimiliki sepasang kerbau yang kelak jadi petarung dalam barapan. Sebelum jadi atlet, duet kerbau dilatih berlari di sungai-sungai yang kebetulan airnya lagi surut, atau di tempat khusus yang disediakan pemilik kerbau. Berapa lama kerbau dilatih sebelum diturunkan ke arena kompetisi, tidak ada target waktunya.

Kerbau ini dilengkapi sejumlah peralatan bertanding seperti noga, sebatang kayu dengan panjang 2,5 meter yang dipasang pada punduk kedua binatang itu. Di bagian tengah noga ada kayu memanjang ke bagian belakang badan kerbau, dan bagian ujung kayu itu terdapat kareng untuk pijakan sang Joki.

Dengan mangkar (cemeti/ cambuk), sang joki berdiri dibawa lari oleh ternak itu dari palepas/garis start ke sakak-bisa berbentuk patung kayu-sebagai garis finis. Batas arena lomba juga ditandai kayu disebut pancang. Di dekat sakak berdiri seorang sandro selaku wasit, yang memberi komando dengan peluit saat permainan dimulai.

Joki dan ternak harus merobohkan sakak, sehingga dinyatakan sebagai pemenang. Hanya saja untuk menjatuhkan sakak tidak gampang, karena di seputar sakak itu berdiri seorang sandro yang dengan kemampuan ilmunya berupaya mengecoh ternak dan joki.

Di sinilah tampaknya prestise dipertaruhkan, karena antara sandro di sakak itu dan joki yang di-back up oleh sandro saling baku ilmu. "Anda mungkin tidak percaya, dua meter menjelang sakak, kerbau bisa lari keluar garis pancang, atau jokinya terpental dari kareng," ujar Ahmad. Peserta yang keluar dari pancang atau tidak mampu merobohkan sasak dinyatakan diskualifikasi.

Di masa lampau permainan demikian malah lebih ganas lagi, ada kerbau yang tanduknya tiba-tiba copot dari kepalanya. Sebaliknya, sandro penjaga sakak buru-buru minggir, bila tidak mampu menahan kekuatan ilmu sang joki dan sandro-nya.

Bukan seperti pacuan kuda yang dalam tiap rondenya beradu lari, namun dalam barapan ini, sepasang kerbau secara bergiliran baku lari dari garis start ke garis finis. Merobohkan sakak dan mencatat waktu tercepatlah yang tampil selaku pemenang.

Arena bertanding umumnya di sawah yang berair dan berlumpur. Tinggi permukaan air dan ketebalan lumpur, tergantung panjang-pendeknya areal sawah tempat kompetisi. Bila areal sepanjang 50 meter, maka volume air sawah diupayakan lebih banyak, biar lapangan relatif becek, sekaligus dijadikan faktor kesulitan bagi peserta. Andaikan petak sawah sepanjang 100 meter, maka airnya lebih kering.  

KOMPAS/Khairul Anwar

{ 3 komentar... read them below or Comment }

- Copyright © Visit Lombok - Sumbawa 2012 - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -